Kamis, 16 Mei 2013

The Story Bagian 2



Teman Dekat 

“dillaaaaaa….” Geramku dalam hati, rasanya ingin sekali aku mencekiknya saat ini. Andai saja dia sekarang ada di depanku akan aku pukul dia hingga babak belur, atau mungkin akan aku cekik dia sampai mati atau bahkan aku cakar-cakar dulu dia sampai berdarah-darah lalu baru aku cekik sampai mati. Hah. Jahat sekali rupanya pikiranku.
Lagi-lagi mentionnya masuk ke twitku. Entah sejak kapan aku dan dilla sudah seperti anjing dan kucing dalam timeline. Apalagi dengan nama panggilan yang aku berikan sama dia “dilla” ya itu panggilan yang sebenernya hanya pantas untuk seorang perempuan bukan untuk seorang laki-laki seperti teman kuliahku yang satu ini. Aku mengambil nama itu dari nama tengahnya Andrean Abdillah.
Hahaha… rasanya puas aku kalau sudah memanggilannya “dilla” dalam timeline atau depan orang-orang banyak terutama anak-anak kampus kami. Itu berarti secara tidak langsung aku sudah mengejeknya dengan menyebutnya seorang wanita. Tapi rupanya dia tak mau kalah denganku. Alhasil dia menemukan panggilan baru untukku “sofyan” nama yang gak masuk akal menurutku. Setelah aku fikir-fikir sampai keningku berkerut-kerut karena banyak mikir akhirnya aku menemukan asal mula nama itu. Dewi Anggraeni Sofyanita Iskandar. Kemungkinan dia memanggilku dari asal mula namaku “Sofyanita” lalu dia hanya mengambil “Sofyan” hahaha.. lucu juga tapi aku sungguh tidak suka dengan panggilan itu. Karena seperti panggilan untuk seorang laki-laki yang agak-agak kecewean.
***
“hello sofyan” dilla melambaikan tangannya padaku sambil nyengir kuda ketika aku keluar dari pintu kampus menuju halaman parkir dan melangkah menuju kantin dekat parkiran mobil dan motor-motor. Aku lihat andrean-dilla sedang ramai berkumpul di kantin dengan anak-anak. Duduk-duduk sambil bercengkrama lalu diiringi gelak tawa anak-anak. Mereka tak asing bagiku karena semua yang sedang berkumpul adalah temanku semua termasuk cowok satu itu (dilla). Kami semua cukup akrab meskipun hanya bisa ketemu seminggu dua kali di kampus-dikelas yaitu setiap hari sabtu-minggu karena kelas kami adalah kelas P2K dan semua mahasiswanya adalah seorang karyawan perusahaan swasta.
“apa kabar sofyaaaan” pelawa dilla padaku sembari melempar senyum padaku. Daaaaan semua mata memandangku dengan muka penuh tanda tanya. Tentunya tanda tanya dengan namaku “sofyan”. Pastilah. Namaku “dewi” bukan “sofyan” tapi kenapa si andrean-dilla memanggilku sofyan, pasti mereka bertanya-tanya. Fikirku.
“baik dilla. Lo?” akupun menjawabnya dengan lantang tak mau kalah dengannya dengan nama yang sudah aku berikan ke si andrean.
“baik doooong” jelas jawabnya.
“kok manggilnya sofyan sih ian? Ini lagi si dewi manggil lo dilla” tiba-tiba salah satu teman kami bersuara menanyakan hal yang mungkin agak aneh dari kami berdua.
“hahaha… gak apa-apa, ada deeehh” andrean menjawab dengan tawa yang menggelegar ke seluruh sudut kantin. Tapi aku hanya tersenyum biasa menanggapi pertanyaan uli temanku itu.
Langit sudah mulai gelap, warna langit sudah mulai memudar yang tadinya berwarna biru tua menjadi seperti warna abu-abu yang menandakan waktunya pergantian siang ke sore lalu ke malam. Lampu-lampu di halaman kampus dan halaman parkirpun sudah menyala. Rupanya kami sudah cukup lama berkumpul dan bercengkraman seusai kelasnya pak Benjo tadi sekitar pukul 15.00 wib Dosen Management Marketing yang mengajarkan tentang Marketing Mix yang terdiri dari 4P yaitu Price, Place, Promotin, Product yang sekarang sudah di kembangkan lagi menjadi Mega Marketing yaitu 6P yang keduanya Power Marketing dan Public Relationship dan kemudian dikembangkan lagi untuk produk jasa dengan tambah 3P yaitu Personal Konsumen, Psikal, dan Proses. Jadi marketing untuk Produk Barang menjadi 6P (4P+2P) dan marketing untuk produk jasa menjadi 9P (4P+2P+3P). Semua yang aku pelajari di tempat kuliah sangat membatuku dalam pekerjaanku sebagai seorang Administrator Marketing di salah satu perusahaan swasta di Jakarta meskipun konsentrasi yang aku ambil bukan Management Marketing melainkan Management keuangan tapi itu sangat membantu dalam pekerjaanku.
Satu persatu temanku berpamitan untuk pulang karena hari mulai gelap. Aku masih saja duduk mematung dengan sekitar tiga atau empat temankku Rian, Uli, Mamet dan Andrean-Dilla. Bapak kantinpun rupanya sudah mulai bebenah kantinnya.
“wi, pulang yuk” seketika suara uli membuyarkan lamunanku.
“eh. Udah mau pulang yak li? Bareng cungkring?” aku langsung merespon ajakan uli. Tanpa aku sadar rupanya aku sudah menyebut “cungkring”. Ya. Itu adalah julukan yang kami aku-uli berikan untuk memanggil Edi teman kami yang sepengetahuanku hari ini aku belum melihatnya. Entahlah cowok yang bertubuh kurus dan jangkung itu kemana padahal hari ini ada kelas tapi di kelas tadi aku tidak melihat batang hidungnya. Alhasil uli langsung membulatkan matanya padaku untuk mengingatkanku kalau aku sudah hampir keceplosan ngomong karena uli memintaku untuk merahasiakan kedekatannya dengan Edi. Uli sering bercerita padaku tentang kedekatannya dengan Edi bahkan uli menaruh hati dengan Edi tapi Edi rupanya tidak atau belum tertarik pada uli. Mereka bilang hubungannya hanya sebatas teman tapi kemana-mana mereka hampir berdua setiap kali berangkat ke tempat kuliah maupun pulang kuliah bahkan uli sering bercerita Edi sering mengajaknya untuk pergi jalan, awalnya jalan berdua tapi pas sampai di tempat tujuan ternyata banyak teman-teman kerja Edi, tak sering juga uli manceritakan ketika dia dan Edi bertengkar karena beda pendapat bahkan uli juga bercerita bahwa dia pernah menangis karena kata-kata Edi yang kurang mengena padanya. Dan aku sudah berjanji untuk merahasiakan perasaan uli ke Edi dari public dan terutama pada Edi.
Aku tersenyum sambil memandang uli yang sedang membulatkan matanya ke arahku dengan senyuman memohon maaf atas kesilapan pertanyaanku. “pulanglah duluan li, gue sebentar lagi”.
“beneran nih?’ tanya uli untuk meyakinkan bahwa aku tidak apa-apa untuk ditiggal pulang duluan oleh uli. Aku dan uli memang cukup akrab bahkan sudah seperti sahabat.
“iyaaaaa” jawabku enteng.
“udah ayok pulang aja, mau ngapain lagi disini? Anak-anak udah pada pulang juga lagian udah mau gelap” sambil jari telunjuknya menunjuk ke atas langit uli berusaha menggeretku. Tapi usahanya tak berhasil aku tetap duduk mematung di kursi kantin. Ku lihat Edi berdiri di samping motor besarnya yang di parkir di halaman kampus dekat Pos Security sambil memakai sarung tangan kemudian masker lalu helm.
“baiklaaaah” akhirnya uli menyerah lalu aku dongakkan wajahku untuk cipika-cipiki dengan uli sebelum berlalu.
            “jangan pulang malam-malam” nasehat uli padaku.
“iyaa” aku menjawab sambil melambaikan tangan ke arah uli yang sedang ngacir pergi menuju Edi.
Aku terdiam sesaat, rasanya aku tak ingin pulang kerumah secepat ini. Tapi aku mau kemana lagi. Aku berusaha kompromi dengan diriku sendiri. Rumah membuatku mengingat ilham. Dirinya masih dalam hatiku, masih dalam otakku bahkan setiap waktu aku selalu mengingatnya. Aku merasakan tubuhku mulai melemas pikiranku mulai kacau lagi dan rasanya ingin menangis tapi masih tetap tidak bisa tercekat di tenggorokan. Aku sempat berfikir, kenapa aku tidak bisa menangis dengan apa yang aku rasakan pada ilham saat ini. Apa mungkin ilham memang tidak pantas untuk aku tangisi?... aaarrgh…. Rasanya sesak didadaku.
“sof, kok belum pulang?” tiba-tiba andrean-dilla sudah berdiri di sampingku dengan menenteng botol minuman yang baru saja dia bayar ke bapak kantin. Rasanya aku ingin meloncat dari kursi dudukku.
“eh. Elo dil ngagetin aje”  sambil melemparkan pandangan agak senewen karena sudah mengagetiku.
“hehehee…” lagi-lagi andrean-dilla nyengir kuda menampakkan giginya yang putih dan berbaris rapi membuat terlihat cukup manis juga cowok rese satu ini. Pikirku.
“yuk pulang ian…” ajak rian yang sudah menenteng tas.
“yak” andrean-dila mengiyakan rian lalu mengangkat tangan kanannya untuk tanda salam pada temen dekatnya itu. Rian pun ngacir sendiri ke pelataran parkir menuju mobilnya. Sedangkan andrean-dilla masih ngejogrog di sampingku.
“lo kenapa sof?” sambil melongokkan mukanya ke depan mukaku. Muka kami hampir berdekatan lalu secara reflek aku langsung cepat-cepat menarik mukaku agak jauh dari mukanya.
“gak apa-apa, kenapa?” tanyaku agak jutek.
“muka lo agak suram” dengan rasa tidak bersalah andrean-dilla mengatakan kalimat itu.
“sialan lo, daripada muka lo gak jelas gitu” nadaku tegas membalas kalimatnya.
“hahaha, seriusan deh. Lo lagi ada masalah ya? Sama cowok lo?”
“what?” aku terkejut dengan pertanyaan andrean-dilla. Apa yang dia tahu tentang love life ku. Jelas-jelas aku tidak pernah dekat dengannya apalagi cerita-cerita tentang love life ku. Ngobrol saja di timeline. Ah. Bukan, itu bukan ngobrol melainkan mengejek, bukan, becandaan, hmmm.. becanda sembari mengejek menurutku. Itu lebih tepat karena sudah seperti anjing dan kucing kata salah satu teman kami yang suka nimbrung ketika aku dan andrean-dilla sedang saling memojokkan di timeline. Alhasil aku hanya bisa diam tanpa berkata, kata “what” hanya aku keluarkan dalam hati. Aku hanya mengerutkan kening untuk merespon pertanayaannya itu.
“status lo di twitter galau mulu. Sepertinya habis putus ya?. Sudahlah lupakan jangan dibuat sedih ataupn susah hati. Masih banyak laki-laki lain gak cuma dia” kalimatnya benar-benar sok tahu banget.
“enggak kok I’m fine” jawabku dengan senyum hambar dibibirku.
“kalau mau cerita, cerita aja sama gue sof” tawarnya tapi dia tetep menggunakan nama sofyan untuk memanggilku.
“iya, makasih dil” untuk pertama kalinya aku bisa berkata sedikit akur dengan andrean-dilla. Rupanya dia cukup care juga denganku, bukan denganku tapi dengan teman-temannya juga yang lain, maybe. Pikirku.
“kalian berdua, pulang yuk” tiba-tiba ismet bersuara dari balik lemari es di kantin sambil melangkah menuju kami, yang setahuku dia daritadi asyik menghisap rokoknya di deket dapur bapak kantin.
“ayok” ajakku sembari bangun dari dudukku. Dan mereka mengikutiku.
***
Sebulan berlalu, aku masih saja tidak bisa melupakan ilham. berusaha untuk mengikhlaskan keadaan ini. Bahkan sempat aku berfikir akan melakukan apapun untuk mengembalikan ilham kedalam pelukakku lagi. Apapun itu meski harus melakukan hal-hal diluar kewajaran. Astaghfirullah… untung aku langsung cepat sadar dari pikiranku yang ngaco.
“berdo’alah dewi sama allah, agar hatimu tenang”
“jangan sedih berlarut-larut Cuma gara-gara cowok yang ninggalin elo”
“berdo’a wi…sholat tahajud minta petunjuk agar fikiranmu lebih terarah”
“berdo’a dewi sama allah minta satu permintaan saja agar diberikan yang terbaik buat diri lo wi gak usah yang lain-lain”
Semua teman-temanku tak pernah jengah menasehatiku. Lagi-lagi hatiku keras dan aku juga cukup keras kepala tidak pernah yakin untuk melupakannya. Sepertinya yang hanya bisa keluar dari mulut teman-temanku yang tahu tentang love life ku hanya itu. Akhirnya aku coba mencari teman curhat yang lain dan berharap tidak mendengar nasehat yang serupa lagi.
Tiba-tiba bunyi “bip-bip-bip” keluar dari hapeku, aku langsung meloncat meraih hapeku yang aku letakkan di meja belajarku. Mudah-mudahan ini pesan dari ilham, harapku. Tapi badanku langsung lemas ketika pesan yang masuk tadi rupanya bukan dari seseorang yang aku harapkan. “sofyan” pesan itu, haaahh…rupanya si dilla, berani benar dia kirim pesan padaku, gerutuku. Apalagi lewat SMS. Karena menurutku SMS media yang lebih intent dan lebih pribadi untuk siapa saja yang menghubungiku karena itu sifatnya sangat rahasia bagiku, lain halnya jika kirim pesan lewat jejaring social, facebook, twitter misalnya. Aku selalu tak keberatan.
Mau tidak mau aku harus membalas pesan andrean-dilla, tentunya dengan kalimat akur. Lama-lama tanpa dirasa aku mulai dekat dengannya bahkan aku sudah berani sharekan love life ku ke cowok yang menyebalkan itu. Karena dia sering sekali membujukku untuk bercerita tentang keadaanku yang menurutnya sedang sedih. Alright. Perkiraannya tak melesat sedikitpun aku memang sedang berduka karena hubunganku kandas seperti yang tak ku harapkan. Tapi tentunya kami masih sama, masih suka saling memojokkan dengan kalimat-kalimat seperti anjing dan kucing.
Rupanya andrean-dilla cukup tahu tentang wanita karena dia ternyata seorang playboy, dan playboy rupanya bisa sakit hati juga. Hahay. Selama kami berteman dan menjadi jarang pojok-pojokan dengan kalimat-kalimat yang kurang mengena aku cukup merasa terhibur dengannya yang bisa sekali bertingkah lucu bahkan Andrean-Dilla pandai sekali melawak. Dia merupakan salah satu tim-openmix jadi tak heran dia bisa bicara melucu di depan umum bahkan di depanku.
***
Disetiap sela-sela waktunya Andrean-Dilla menjadi tak pernah absen menanyai kabarku. Untuk memastikan aku baik-baik saja. Bahkan setiap kelas bubar Andrean-Dilla selalu menungguku di kantin bawah. Dia juga menjadi sangat lembut sikapnya padaku di depan teman-teman lain.
“apa kabar sof? Kangen gue sama lo” sambil meraih tanganku dengan lembut dan mengelus-elus tanganku. Aku diam sejenak untuk menelaah kalimat Andrean-Dilla yang baru saja dia katakan padaku di depan teman-teman lainnya. Aku takut teman-teman yang lain beranggapan bahwa aku dan Andrean-Dilla pacaran. Kemudian aku menjawab dengan nada seperti biasanya karena takut mereka beranggapan yang bukan-bukan karena yang saya tahu andrean-dilla sudah mempunyai seorang pacar, apalagi dalam kampus juga ada teman kami yang pernah menjadi korban selingkuhannya.
“baik dil” sembari aku melepaskan perlahan-lahan tanganku dari genggaman tangannya yang membuatku menjadi tidak nyaman yang dirasa sangat lembut, seperti sentuhan seorang laki-laki kepada kekasihnya. Lalu aku langsung nimbrung ke gerombolan. Untuk pulang kuliah sekarang aku sering sekali diantar oleh andrean-dilla.
Mungkin dalam pandangan teman-teman aku dan andrean-dilla sepertinya sepasang kekasih tapi sesungguhnya kami hanya sebatas teman yang saling share love life, berpetualang pikiran yang kemudian menjadi topic setiap pembicaraan kami dan tentunya masih sama seperti dulu suka saling memojokkan candaanya jika belum sangat memojokkan masing-masing kami tak akan berhenti. Dan aku sepertinya sudah jarang tak mendengar nasehat teman-temanku tentang perasaanku. Bahkan Andrean-Dilla tak hanya menasehatiku dengan kata-kata religiousnya tapi menyaranku untuk membenahi penampilanku, mempercantik diri agar cowok yang sudah meninggalkanku menyesal telah meninggalkan wanita cantik sepertiku. Itu adalah pandangan untuk seorang play-boy dari seorang Andrean-Dilla. Tapi aku fikir itu bukan jalan keluar yang baik untukku, karena aku bukan tipe wanita yang suka dandan.  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar