Teman Dekat
“dillaaaaaa….”
Geramku dalam hati, rasanya ingin sekali aku mencekiknya saat ini. Andai saja
dia sekarang ada di depanku akan aku pukul dia hingga babak belur, atau mungkin
akan aku cekik dia sampai mati atau bahkan aku cakar-cakar dulu dia sampai
berdarah-darah lalu baru aku cekik sampai mati. Hah. Jahat sekali rupanya
pikiranku.
Lagi-lagi
mentionnya masuk ke twitku. Entah sejak kapan aku dan dilla sudah seperti
anjing dan kucing dalam timeline. Apalagi dengan nama panggilan yang aku
berikan sama dia “dilla” ya itu panggilan yang sebenernya hanya pantas untuk
seorang perempuan bukan untuk seorang laki-laki seperti teman kuliahku yang
satu ini. Aku mengambil nama itu dari nama tengahnya Andrean Abdillah.
Hahaha…
rasanya puas aku kalau sudah memanggilannya “dilla” dalam timeline atau depan orang-orang banyak terutama anak-anak kampus
kami. Itu berarti secara tidak langsung aku sudah mengejeknya dengan
menyebutnya seorang wanita. Tapi rupanya dia tak mau kalah denganku. Alhasil
dia menemukan panggilan baru untukku “sofyan” nama yang gak masuk akal
menurutku. Setelah aku fikir-fikir sampai keningku berkerut-kerut karena banyak
mikir akhirnya aku menemukan asal mula nama itu. Dewi Anggraeni Sofyanita
Iskandar. Kemungkinan dia memanggilku dari asal mula namaku “Sofyanita” lalu
dia hanya mengambil “Sofyan” hahaha.. lucu juga tapi aku sungguh tidak suka
dengan panggilan itu. Karena seperti panggilan untuk seorang laki-laki yang
agak-agak kecewean.
***
“hello
sofyan” dilla melambaikan tangannya padaku sambil nyengir kuda ketika aku
keluar dari pintu kampus menuju halaman parkir dan melangkah menuju kantin
dekat parkiran mobil dan motor-motor. Aku lihat andrean-dilla sedang ramai
berkumpul di kantin dengan anak-anak. Duduk-duduk sambil bercengkrama lalu
diiringi gelak tawa anak-anak. Mereka tak asing bagiku karena semua yang sedang
berkumpul adalah temanku semua termasuk cowok satu itu (dilla). Kami semua
cukup akrab meskipun hanya bisa ketemu seminggu dua kali di kampus-dikelas
yaitu setiap hari sabtu-minggu karena kelas kami adalah kelas P2K dan semua mahasiswanya
adalah seorang karyawan perusahaan swasta.
“apa
kabar sofyaaaan” pelawa dilla padaku sembari melempar senyum padaku. Daaaaan
semua mata memandangku dengan muka penuh tanda tanya. Tentunya tanda tanya
dengan namaku “sofyan”. Pastilah. Namaku “dewi” bukan “sofyan” tapi kenapa si
andrean-dilla memanggilku sofyan, pasti mereka bertanya-tanya. Fikirku.
“baik
dilla. Lo?” akupun menjawabnya dengan lantang tak mau kalah dengannya dengan
nama yang sudah aku berikan ke si andrean.
“baik
doooong” jelas jawabnya.
“kok
manggilnya sofyan sih ian? Ini lagi si dewi manggil lo dilla” tiba-tiba salah
satu teman kami bersuara menanyakan hal yang mungkin agak aneh dari kami berdua.
“hahaha…
gak apa-apa, ada deeehh” andrean menjawab dengan tawa yang menggelegar ke
seluruh sudut kantin. Tapi aku hanya tersenyum biasa menanggapi pertanyaan uli
temanku itu.
Langit
sudah mulai gelap, warna langit sudah mulai memudar yang tadinya berwarna biru
tua menjadi seperti warna abu-abu yang menandakan waktunya pergantian siang ke
sore lalu ke malam. Lampu-lampu di halaman kampus dan halaman parkirpun sudah
menyala. Rupanya kami sudah cukup lama berkumpul dan bercengkraman seusai
kelasnya pak Benjo tadi sekitar pukul 15.00 wib Dosen Management Marketing yang mengajarkan tentang Marketing Mix yang terdiri dari 4P yaitu Price, Place, Promotin, Product yang sekarang sudah di kembangkan
lagi menjadi Mega Marketing yaitu 6P
yang keduanya Power Marketing dan Public Relationship dan kemudian dikembangkan lagi untuk produk
jasa dengan tambah 3P yaitu Personal
Konsumen, Psikal, dan Proses. Jadi marketing untuk Produk Barang menjadi 6P
(4P+2P) dan marketing untuk produk jasa menjadi 9P (4P+2P+3P). Semua yang aku
pelajari di tempat kuliah sangat membatuku dalam pekerjaanku sebagai seorang
Administrator Marketing di salah satu perusahaan swasta di Jakarta meskipun
konsentrasi yang aku ambil bukan Management
Marketing melainkan Management
keuangan tapi itu sangat membantu dalam pekerjaanku.
Satu
persatu temanku berpamitan untuk pulang karena hari mulai gelap. Aku masih saja
duduk mematung dengan sekitar tiga atau empat temankku Rian, Uli, Mamet dan
Andrean-Dilla. Bapak kantinpun rupanya sudah mulai bebenah kantinnya.
“wi,
pulang yuk” seketika suara uli membuyarkan lamunanku.
“eh.
Udah mau pulang yak li? Bareng cungkring?” aku langsung merespon ajakan uli.
Tanpa aku sadar rupanya aku sudah menyebut “cungkring”. Ya. Itu adalah julukan
yang kami aku-uli berikan untuk memanggil Edi teman kami yang sepengetahuanku
hari ini aku belum melihatnya. Entahlah cowok yang bertubuh kurus dan jangkung
itu kemana padahal hari ini ada kelas tapi di kelas tadi aku tidak melihat
batang hidungnya. Alhasil uli langsung membulatkan matanya padaku untuk
mengingatkanku kalau aku sudah hampir keceplosan ngomong karena uli memintaku
untuk merahasiakan kedekatannya dengan Edi. Uli sering bercerita padaku tentang
kedekatannya dengan Edi bahkan uli menaruh hati dengan Edi tapi Edi rupanya
tidak atau belum tertarik pada uli. Mereka bilang hubungannya hanya sebatas
teman tapi kemana-mana mereka hampir berdua setiap kali berangkat ke tempat
kuliah maupun pulang kuliah bahkan uli sering bercerita Edi sering mengajaknya
untuk pergi jalan, awalnya jalan berdua tapi pas sampai di tempat tujuan
ternyata banyak teman-teman kerja Edi, tak sering juga uli manceritakan ketika
dia dan Edi bertengkar karena beda pendapat bahkan uli juga bercerita bahwa dia
pernah menangis karena kata-kata Edi yang kurang mengena padanya. Dan aku sudah
berjanji untuk merahasiakan perasaan uli ke Edi dari public dan terutama pada
Edi.
Aku
tersenyum sambil memandang uli yang sedang membulatkan matanya ke arahku dengan
senyuman memohon maaf atas kesilapan pertanyaanku. “pulanglah duluan li, gue
sebentar lagi”.
“beneran
nih?’ tanya uli untuk meyakinkan bahwa aku tidak apa-apa untuk ditiggal pulang
duluan oleh uli. Aku dan uli memang cukup akrab bahkan sudah seperti sahabat.
“iyaaaaa”
jawabku enteng.
“udah
ayok pulang aja, mau ngapain lagi disini? Anak-anak udah pada pulang juga
lagian udah mau gelap” sambil jari telunjuknya menunjuk ke atas langit uli
berusaha menggeretku. Tapi usahanya tak berhasil aku tetap duduk mematung di
kursi kantin. Ku lihat Edi berdiri di samping motor besarnya yang di parkir di
halaman kampus dekat Pos Security sambil memakai sarung tangan kemudian masker
lalu helm.
“baiklaaaah”
akhirnya uli menyerah lalu aku dongakkan wajahku untuk cipika-cipiki dengan uli
sebelum berlalu.
“jangan
pulang malam-malam” nasehat uli padaku.
“iyaa”
aku menjawab sambil melambaikan tangan ke arah uli yang sedang ngacir pergi
menuju Edi.
Aku
terdiam sesaat, rasanya aku tak ingin pulang kerumah secepat ini. Tapi aku mau
kemana lagi. Aku berusaha kompromi dengan diriku sendiri. Rumah membuatku
mengingat ilham. Dirinya masih dalam hatiku, masih dalam otakku bahkan setiap
waktu aku selalu mengingatnya. Aku merasakan tubuhku mulai melemas pikiranku
mulai kacau lagi dan rasanya ingin menangis tapi masih tetap tidak bisa tercekat
di tenggorokan. Aku sempat berfikir, kenapa aku tidak bisa menangis dengan apa
yang aku rasakan pada ilham saat ini. Apa mungkin ilham memang tidak pantas
untuk aku tangisi?... aaarrgh…. Rasanya sesak didadaku.
“sof,
kok belum pulang?” tiba-tiba andrean-dilla sudah berdiri di sampingku dengan menenteng
botol minuman yang baru saja dia bayar ke bapak kantin. Rasanya aku ingin
meloncat dari kursi dudukku.
“eh.
Elo dil ngagetin aje” sambil melemparkan
pandangan agak senewen karena sudah mengagetiku.
“hehehee…”
lagi-lagi andrean-dilla nyengir kuda menampakkan giginya yang putih dan
berbaris rapi membuat terlihat cukup manis juga cowok rese satu ini. Pikirku.
“yuk
pulang ian…” ajak rian yang sudah menenteng tas.
“yak”
andrean-dila mengiyakan rian lalu mengangkat tangan kanannya untuk tanda salam
pada temen dekatnya itu. Rian pun ngacir sendiri ke pelataran parkir menuju
mobilnya. Sedangkan andrean-dilla masih ngejogrog di sampingku.
“lo
kenapa sof?” sambil melongokkan mukanya ke depan mukaku. Muka kami hampir
berdekatan lalu secara reflek aku langsung cepat-cepat menarik mukaku agak jauh
dari mukanya.
“gak
apa-apa, kenapa?” tanyaku agak jutek.
“muka
lo agak suram” dengan rasa tidak bersalah andrean-dilla mengatakan kalimat itu.
“sialan
lo, daripada muka lo gak jelas gitu” nadaku tegas membalas kalimatnya.
“hahaha,
seriusan deh. Lo lagi ada masalah ya? Sama cowok lo?”
“what?”
aku terkejut dengan pertanyaan andrean-dilla. Apa yang dia tahu tentang love life ku. Jelas-jelas aku tidak
pernah dekat dengannya apalagi cerita-cerita tentang love life ku. Ngobrol saja di timeline.
Ah. Bukan, itu bukan ngobrol melainkan mengejek, bukan, becandaan, hmmm..
becanda sembari mengejek menurutku. Itu lebih tepat karena sudah seperti anjing
dan kucing kata salah satu teman kami yang suka nimbrung ketika aku dan
andrean-dilla sedang saling memojokkan di timeline.
Alhasil aku hanya bisa diam tanpa berkata, kata “what” hanya aku keluarkan
dalam hati. Aku hanya mengerutkan kening untuk merespon pertanayaannya itu.
“status
lo di twitter galau mulu. Sepertinya habis putus ya?. Sudahlah lupakan jangan
dibuat sedih ataupn susah hati. Masih banyak laki-laki lain gak cuma dia”
kalimatnya benar-benar sok tahu banget.
“enggak
kok I’m fine” jawabku dengan senyum
hambar dibibirku.
“kalau
mau cerita, cerita aja sama gue sof” tawarnya tapi dia tetep menggunakan nama
sofyan untuk memanggilku.
“iya,
makasih dil” untuk pertama kalinya aku bisa berkata sedikit akur dengan
andrean-dilla. Rupanya dia cukup care juga
denganku, bukan denganku tapi dengan teman-temannya juga yang lain, maybe. Pikirku.
“kalian
berdua, pulang yuk” tiba-tiba ismet bersuara dari balik lemari es di kantin
sambil melangkah menuju kami, yang setahuku dia daritadi asyik menghisap
rokoknya di deket dapur bapak kantin.
“ayok”
ajakku sembari bangun dari dudukku. Dan mereka mengikutiku.
***
Sebulan
berlalu, aku masih saja tidak bisa melupakan ilham. berusaha untuk
mengikhlaskan keadaan ini. Bahkan sempat aku berfikir akan melakukan apapun
untuk mengembalikan ilham kedalam pelukakku lagi. Apapun itu meski harus
melakukan hal-hal diluar kewajaran. Astaghfirullah… untung aku langsung cepat
sadar dari pikiranku yang ngaco.
“berdo’alah
dewi sama allah, agar hatimu tenang”
“jangan
sedih berlarut-larut Cuma gara-gara cowok yang ninggalin elo”
“berdo’a
wi…sholat tahajud minta petunjuk agar fikiranmu lebih terarah”
“berdo’a
dewi sama allah minta satu permintaan saja agar diberikan yang terbaik buat
diri lo wi gak usah yang lain-lain”
Semua
teman-temanku tak pernah jengah menasehatiku. Lagi-lagi hatiku keras dan aku
juga cukup keras kepala tidak pernah yakin untuk melupakannya. Sepertinya yang
hanya bisa keluar dari mulut teman-temanku yang tahu tentang love life ku hanya
itu. Akhirnya aku coba mencari teman curhat yang lain dan berharap tidak
mendengar nasehat yang serupa lagi.
Tiba-tiba
bunyi “bip-bip-bip” keluar dari hapeku, aku langsung meloncat meraih hapeku
yang aku letakkan di meja belajarku. Mudah-mudahan ini pesan dari ilham,
harapku. Tapi badanku langsung lemas ketika pesan yang masuk tadi rupanya bukan
dari seseorang yang aku harapkan. “sofyan” pesan itu, haaahh…rupanya si dilla,
berani benar dia kirim pesan padaku, gerutuku. Apalagi lewat SMS. Karena
menurutku SMS media yang lebih intent dan lebih pribadi untuk siapa saja yang
menghubungiku karena itu sifatnya sangat rahasia bagiku, lain halnya jika kirim
pesan lewat jejaring social, facebook,
twitter misalnya. Aku selalu tak keberatan.
Mau
tidak mau aku harus membalas pesan andrean-dilla, tentunya dengan kalimat akur.
Lama-lama tanpa dirasa aku mulai dekat dengannya bahkan aku sudah berani
sharekan love life ku ke cowok yang
menyebalkan itu. Karena dia sering sekali membujukku untuk bercerita tentang
keadaanku yang menurutnya sedang sedih. Alright.
Perkiraannya tak melesat sedikitpun aku memang sedang berduka karena hubunganku
kandas seperti yang tak ku harapkan. Tapi tentunya kami masih sama, masih suka
saling memojokkan dengan kalimat-kalimat seperti anjing dan kucing.
Rupanya
andrean-dilla cukup tahu tentang wanita karena dia ternyata seorang playboy, dan playboy rupanya bisa sakit hati juga. Hahay. Selama kami berteman
dan menjadi jarang pojok-pojokan dengan kalimat-kalimat yang kurang mengena aku
cukup merasa terhibur dengannya yang bisa sekali bertingkah lucu bahkan
Andrean-Dilla pandai sekali melawak. Dia merupakan salah satu tim-openmix jadi
tak heran dia bisa bicara melucu di depan umum bahkan di depanku.
***
Disetiap
sela-sela waktunya Andrean-Dilla menjadi tak pernah absen menanyai kabarku. Untuk
memastikan aku baik-baik saja. Bahkan setiap kelas bubar Andrean-Dilla selalu
menungguku di kantin bawah. Dia juga menjadi sangat lembut sikapnya padaku di
depan teman-teman lain.
“apa
kabar sof? Kangen gue sama lo” sambil meraih tanganku dengan lembut dan
mengelus-elus tanganku. Aku diam sejenak untuk menelaah kalimat Andrean-Dilla
yang baru saja dia katakan padaku di depan teman-teman lainnya. Aku takut
teman-teman yang lain beranggapan bahwa aku dan Andrean-Dilla pacaran. Kemudian
aku menjawab dengan nada seperti biasanya karena takut mereka beranggapan yang
bukan-bukan karena yang saya tahu andrean-dilla sudah mempunyai seorang pacar,
apalagi dalam kampus juga ada teman kami yang pernah menjadi korban selingkuhannya.
“baik
dil” sembari aku melepaskan perlahan-lahan tanganku dari genggaman tangannya yang
membuatku menjadi tidak nyaman yang dirasa sangat lembut, seperti sentuhan
seorang laki-laki kepada kekasihnya. Lalu aku langsung nimbrung ke gerombolan.
Untuk pulang kuliah sekarang aku sering sekali diantar oleh andrean-dilla.
Mungkin
dalam pandangan teman-teman aku dan andrean-dilla sepertinya sepasang kekasih
tapi sesungguhnya kami hanya sebatas teman yang saling share love life, berpetualang pikiran yang kemudian menjadi topic setiap
pembicaraan kami dan tentunya masih sama seperti dulu suka saling memojokkan
candaanya jika belum sangat memojokkan masing-masing kami tak akan berhenti.
Dan aku sepertinya sudah jarang tak mendengar nasehat teman-temanku tentang
perasaanku. Bahkan Andrean-Dilla tak hanya menasehatiku dengan kata-kata
religiousnya tapi menyaranku untuk membenahi penampilanku, mempercantik diri
agar cowok yang sudah meninggalkanku menyesal telah meninggalkan wanita cantik
sepertiku. Itu adalah pandangan untuk seorang play-boy dari seorang Andrean-Dilla. Tapi aku fikir itu bukan jalan
keluar yang baik untukku, karena aku bukan tipe wanita yang suka dandan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar